Oleh; Muslihah
Ki Hajar Dewantara terlahir dengan nama Raden Mas Suwardi Suryaningrat pada 2 Mei 1889. Beliau berasal dari lingkungan keluarga keraton, tepatnya pura Pakualaman, Yogyakarta. Ki Hajar Dewantara merupakan cucu dari Sri Paku Alam III, sedangkan ayahnya bernama K.P.H. Suryaningrat dan
Ibundanya bernama Raden Ayu Sandiyah yang merupakan buyut dari Nyai Ageng Serang, seorang keturunan dari Sunan Kalijaga. Raden Mas Suwardi Suryaningrat kemudian berganti nama di usia yang ke 39 tahun, menjadi Ki Hajar Dewantara. Lingkungan hidup pada masa Ki Hajar Dewantara kecil, sangat besar pengaruhnya terhadap jiwanya yang sangat peka terhadap kesenian dan nilai-nilai kultur maupun religius.
Setelah berganti nama dengan Ki Hajar Dewantara dapat leluasa bergaul dengan rakyat kebanyakan. Sehingga dengan demikian perjuangannya menjadi lebih mudah diterima oleh rakyat pada masa itu. Ki Hajar Dewantara meninggal dunia pada tanggal 26 Apri 1959, di rumahnya Mujamuju Yogyakarta. Tanggal 29 April, jenazah Ki Hajar Dewantara dipindahkan ke pendopo Taman Siswa.
Dari pendopo Taman Siswa, kemudian diserahkan kepada Majelis Luhur Taman Siswa. Dari pendopo Taman Siswa, jenazah diberangkatkan ke makan Wijaya Brata Yogyakarta.
Dalam upacara pemakaman Ki Hajar Dewantara dipimpin oleh Panglima Kodam Diponegoro Kolonel Soeharto. Tanggal 28 November 1959, Ki Hajar Dewantara ditetapkan sebagai “Pahlawan Nasional”.
Tanggal 16 Desember 1959, pemerintah menetapkan tanggal lahir Ki Hajar Dewantara, 2 Mei sebagai “Hari Pendidikan Nasional” berdasarkan keputusan Presiden RI Nomor 316 tahun 1959.
Sebagai tokoh nasional yang dihormati dan disegani baik oleh kawan maupun lawan, Ki Hajar Dewantara sangat kreatif, dinamis, jujur, sederhana, konsisten, konsekuen dan berani. Wawasan beliau sangat luas dan tidak berhenti berjuang untuk bangsanya hingga akhir hayat.
Perjuangan beliau dilandasi dengan rasa ikhlas yang mendalam, disertai rasa pengabdian dan pengorbanan yang tinggi dalam mengantarkan bangsanya ke alam merdeka.
Perjuangan Dewantara, selain mendapat pendidikan di lingkungan Istana Paku Alam, Ki Hajar Dewantara juga mendapatkan pendidikan agama dari pesantren Kalasan di bawah asuhan KH. Abdurahman. Ki Hajar Dewantara juga mendapat pendidikan formal antara lain: ELS (Europeesche Legere School). Sekolah Dasar Belanda III. Kweek School (Sekolah Guru) di Yogyakarta. STOVIA (School Tot Opvoeding Van Indische Artsen) yaitu sekolah kedokteran yang berada di Jakarta. Pendidikan di STOVIA ini tidak dapat diselesaikan, karena Ki Hajar Dewantara sakit selama 4 bulan.
Adapun karya-karya Ki Hajar Dewantara antara lain adalah: buku bagian pertama: tentang Pendidikan, buku bagian kedua: tentang Kebudayaan, buku bagian ketiga: tentang Politik dan Kemasyarakatan, buku bagian keempat: tentang Riwayat dan Perjuangan Hidup Penulis: Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, mempunyai pemikiran cerdas dalam memberikan solusi atas kegelisahan rakyat terhadap kondisi pendidikan yang terjadi saat itu, sebagaimana digambarkan dalam asas-asas pendidikan yang diterapkan pada sekolah Taman Siswa yang didirikannya jauh sebelum Indonesia mengenal kemerdekaan.
Saat ini kegelisahan rakyat terhadap kondisi pendidikan muncul kembali. Indikasinya terlihat pada kegagalan membangun manusia yang utuh. Terbukti adanya kebijakan pendidikan karakter yang menunjukkan bahwa pendidikan hanya mampu membangun manusia ‘pintar’ yang tidak cerdas lahir dan batin. Belum lagi bicara kualitas pendidikan. Konon, mutu pendidikan Indonesia kini berada di urutan ketujuh dari 10 negara di Asia Tenggara, dan urutan 124 dari seluruh negara di dunia.
Padahal menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan itu dilaksanakan dalam rangka kesempurnaan hidup manusia. Sedangkan manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Maka kesempurnaan hidup manusia itu jika terdapat pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Dan ternyata pendidikan sampai sekarang hanya menekankan pada pengembangan daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan menjadikan manusia yang tidak berkarakter (manusiawi).
Ada dua kata kunci yang bisa dicermati dari pemikiran Ki Hajar Dewantara, yaitu pertama keseimbangan. Pendidikan seharusnya tidak hanya dimaknai sebagai kebutuhan lahiriah, seperti strata pendidikan, ijazah, gelar, dan pekerjaan. Tetapi pendidikan harus mampu mengupayakan terbentuknya kecerdasan akal yang dibarengi dengan kecerdasan moral-spritual. Perpaduan dua kecerdasan ini akan tampak dalam sikap dan pemikiran. Sebaliknya, kecerdasan moralitas tidak akan terupgrade tanpa dorongan pemahaman akal yang mumpuni. Kedua, kebanggaan. Ada sebuah fenomena yang sudah lazim dipahami masyarakat kita mengenai ‘Barat’ dan ‘Timur.’ Jika orang Barat berkunjung ke Timur, maka mereka pasti akan meninggalkan jejak budaya Baratnya kepada kita. Sebaliknya, jika orang Timur yang berkunjung ke Barat, bukan jejak budayanya yang ditinggalkan tetapi justru budaya Barat itu dibawanya pulang.
Kalau demikian sungguh luar biasa pemikiran Ki hajar Dewantara yang telah memprediksi bahwa “di zaman akan datang, rakyat kita ada di dalam kebingungan”. Ramalan ini menunjukkan bahwa Ki Hajar Dewantara jauh sebelum negeri ini merdeka telah khawatir akan munculnya sebuah krisis ketidakpercayaan terhadap bangsa sendiri.
Krisis identitas diri yang akan klimaks pada hilangnya jati diri bangsa. Ironisnya, pemikiran bangsa sendiri justru termarjinalkan. Beliau hanya dikenang dengan upacara bendera, tetapi pemikiran cerdasnya tentang pendidikan nyaris terlupakan. Untuk itulah dalam carut marut pendidikan dewasa ini perlu ada rekonstruksi sistem pendidikan dengan revitalisasi pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara melihat manusia lebih pada sisi kehidupan psikologisnya. Menurut beliau, manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya.
Memperingati hari pendidikan nasional, pendidikan merupakan salah satu sarana untuk kemudian mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang dijelaskan dalam undang-undang dasar 1945 pasal 31 ayat 1 setiap anak bangsa berhak mendapatkan pendidikan yang layak hari ini.
Kemajuan dunia pendidikan saat ini, tidak lepas dari peran tokoh sebagai aktor utama. Tokoh yang memiliki sumbangsih besar untuk kemajuan pendidikan di Indonesia dan mendapat gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional yaitu Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan berkaitan dengan individu dan masyarakat, Peran pendidik menurut Ki Hajar Dewantara sebagai fasilitator dan motivator.
Hari pendidikan nasional yang selalu di peringati setiap tanggal 2 mei tidak lepas dari sejarah panjang bangsa indonseia. Tanggal 2 mei yang dijadikan hari pendidikan nasional merupakan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara, juga ditetapkan sebagai pahlawan pergerakan nasional.
Pada tahun 1959 ki hajar dewantara dianugerahi gelar sebagai Bapak Pendidikan Nasional, berkat perjuangannya pendidikan di Indonesia dapat terwujud dan berkembang.
Pendidikan bukan sekedar edukasi tapi pendidikan adalah arti untuk memberi sebuah nilai, untuk membentuk etika moral dan juga nalar. Saat pendidikan hanya berpacu pada kompetisi, yang ada adalah lahirnya generasi yang rakus dan suka melakukan korupsi. Saat pendidikan hanya sebatas pintar dan Cerdas, yang lahir adalah generasi yang culas dan suka berperilaku tanpa batas.
Pendidikan tidak lepas dari hakikat manusia, memanusiakan manusia itulah tujuan pendidikan pada umumnya, seluruh dunia pasti membutuhkan pendidikan. IAIN Madura menjadi pijakan kaki penulis untuk terus melanjutkan pendidikan. Ketika pendidikan di Indonesia di pandang sebelah mata, kemerosotan moral pelajar, guru mencabuli siswa, korupsi dimana-dimana, belajarpun tidak tau entah kemana. Bahkan masih banyak anak-anak yang tidak dapat menempuh pendidikan formal, entah itu karena masalah biaya ataupun lainnya.
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis dalam pembangunan nasional. Oleh karena itu pemerintah bertekad memberikan perhatian yang besar pada pembangunan pendidikan. Sampai saat ini, pemerintah telah mengambil berbagai terobosan kebijakan pendidikan berskala besar.
Mari kita renungkan hari pendidikan dengan momen penuh arti. Kita kembalikan esensi pendidikan penuh keteladanan dan kita jadikan momen hari pendidikan sebagai sebuah titik balik untuk menjadikan pendidikan yang menjunjung moral etika dan keberadaban.
Kita semua menyadari, bahwa hanya melalui pendidikan bangsa kita menjadi maju dan dapat mengejar ketertinggalan dari bangsa lain, baik dalam bidang sains dan teknologi maupun ekonomi. Peran pendidikan penting dalam membangun peradaban bangsa yang berdasarkan atas jati diri dan karakter bangsa. Apapun persoalan bangsa yang dihadapi, komitmen kita untuk melaksanakan pembangunan pendidikan sesuai dengan amanat konstitusi dan berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku tetap dipegang. Komitmen ini direalisasikan dalam berbagai kebijakan dan program yang diarahkan untuk mencapai tujuan meningkatnya kualitas sumber daya manusia demi tercapainya kemajuan bangsa dan negara di masa depan, sebagaimana yang kita cita-citakan bersama. Hal ini menjadi bagian penting yang menentukan perkembangan pendidikan di Indonesia.
Pendidikan menyangkut diri manusia. Manusia membutuhkan pendidikan yang bermutu dalam kehidupannya. Dalam Undang-undang Pendidikan Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya Pasal 3 menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Menurut UU No 20 tahun 2003 pasal 3 menyebutkan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter bangsa yang bermartabat. Ada 9 pilar pendidikan berkarakter, diantaranya adalah: Cinta Tuhan dan segenap ciptaannya, tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian, amanah dan kearifan, hormat dan santun, dermawan, suka menolong dan gotong royong, Percaya diri, kreatif dan bekerja keras, kepemimpinan dan keadilan, baik dan rendah hati, terakhir adalah toleransi kedamaian. Pendidikan karakter merupakan proses panjang yang tidak pernah berakhir (never ending proses).
Penulis
Muslihah,M Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir (IQT) IAIN MADURA