Wilayah Sampang, di Madura, telah menjadi perhatian sepanjang sejarahnya, baik dalam aspek kesejarahan maupun filosofisnya.
Dalam dekade terakhir, Sampang menjadi fenomena menarik. Setelah peristiwa kasus Nipah pada tahun 1993 dan pemilihan ulang pada tahun 1997 yang memunculkan Sampang ke panggung internasional, wilayah ini kembali mencuri perhatian dalam beberapa tahun terakhir. Kontroversi terkait persaingan politik dalam perebutan kursi bupati telah memecah masyarakat, menciptakan ketegangan, dan konflik!
Dr. Abdurrahman, dalam bukunya “Selayang Pandang Sejarah Madura,” menyebutkan bahwa setelah Mataram menguasai wilayah Madura, pada tanggal 13 Desember 1624 M, Sultan Agung mengangkat Raden Praseno yang kemudian dikenal sebagai Cakraningrat I sebagai adipati tertinggi di Madura. Pusat pemerintahan ditempatkan di Desa Madegan, sekitar 1,2 km dari kota Sampang.
Alasan pemilihan Sampang sebagai pusat pemerintahan Mataram di Madura, seperti yang ditemukan oleh Mohammad Sholeh dalam skripsinya berjudul “Sampang Sebagai Pusat Pemerintahan Mataram Jaman Sultan Agung (1624-1680),” adalah karena letak geografisnya yang strategis di tengah Pulau Madura. Lokasinya sangat memudahkan pemerintah Mataram untuk mengendalikan wilayah Madura. Dengan demikian, pemilihan Sampang sebagai pusat pemerintahan Mataram di Madura adalah bagian dari strategi politik Sultan Agung untuk menyatukan Jawa dan Madura.