Tutup
Seni

Tembang Macapat ( Macopat Madura )

×

Tembang Macapat ( Macopat Madura )

Sebarkan artikel ini
Tari Topeng Kaliwungu. Foto: Analyana.blogspot.com
Tari Topeng Kaliwungu. Foto: analyana.blogspot.com

Karakteristik Tembang Macapat Madura

Karena berasal dari satu pohon, maka tembang Macapat Madura memiliki banyak persamaan dan kesamaan dengan tembang Macapat Jawa. Keduanya diikat oleh suatu aturan tembang, yaitu jumlah gatra (padde) dari masing-masing tembang berbeda, mengikuti aturan guru lagu dan guru wilangan yang sama. Adapun perbedaannya terletak pada syair yang dinyanyikan, pada tembang Macupat Jawa syair mengikuti aturan not balok atau angka, sedangkan di Madura lebih mengutamakan cengkok atau lagu.
Jenis tembang Macopat Madura dikategorikan dalam tiga jenis, yaitu tembang raja, tembang tengahan dan tembang Macopat atau tembang kene’. Tembang Macopat atau tembang kene’ ada 11 tembang, yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu ;

(1) Salanget (Kinanti), (2) Pucung, (3) Mejil (Medjil), (4) Maskumambang, (5) Durma, (6) Kasmaran (Asmaradana), (7) Pangkor, (8) Senom (Sinom), (9) Artate’ (Dandanggula), (10) Megattro (Megatruh), (11) Gambuh.

Advertisement
Scroll kebawah untuk lihat konten

Ciri-ciri yang membedakan antara tembang yang satu dengan lainnya ;
Tembang Salanget (Kinanti), tembang ini melukiskan cerita-cerita percintaan (kasih sayang). Tembang ini mempunyai guru gatra (baris), yang terdiri dari enam baris, baris pertama mempunyai sepuluh suku kata yang berakhir bunyi i (10 i ), kemudian berturut-turut 6o – 10e – 10i – 6i dan 6u.

Tembang Pucung.

Nama Pucung diambil dari nama biji pohon kepayang, dalam tembang ini terdapat empat gatra (baris) dengan guru wilangan dan guru lagu 12u – 6a – 8i –12a, maksudnya adalah pada baris pertama ada dua belas suku kata dengan vokal akhir u, baris kedua dengan enam suku kata diakhiri vokal a, baris ketiga ada delapan suku kata diakhiri vokal I dan baris keempat terdapat dua belas suku kata diakhiri vokal a. watak dari tembang ini adalah sembrana parikena (sembarangan), biasanya dipakai untuk menceritakan hal-hal yang ringan, jenaka atau teka-teki.

Mejil (Medjil), Mijil dalam bahasa Jawa berarti Medal artinya keluar, yaitu tembang yang mengungkapkan dan melukiskan rasa sedih. Di samping itu tembang Medjil memuat pula kisah-kisah nasehat yang berisi tentang kebesaran Sang Pencipta. Adapun tembang Medjil mempunyai guru gatra (baris) yang terdiri atas enam baris. Baris pertama mempunyai sepuluh suku kata yang berakhir bunyi i (10i), kemudian berturut-turut 6o –10e – 10i –6i dan 6u. Watak yang terkandung dalam tembang ini berbicara tentang keprihatinan.

Maskumambang atau Kumambang mempunyai arti “mengapung”. Dalam tembang ini terdapat empat gatra (baris) pertama ada duabelas suku kata dengan diakhiri vokal i, baris kedua enam suku kata diakhiri vokal a, baris ketiga ada delapan suku kata diakhiri vokal i dan baris keempat ada delapan suku kata dan diakhiri vokal a.

Durma atau Sima (Jawa) artinya harimau. Sesuai dengan arti tersurat tembang Durma cenderung bersifat keras. Karena tembang ini melambangkan tiga nafsu manusia yang mewakili nafsu angkara, nafsu mudah marah serta nafsu birahi. Tembang ini menggambarkan cerita-cerita perkelahian, perang serta kondisi psikologi. Tembang ini mempunyai tujuh gatra (baris). Baris pertama sampai dengan baris ketujuh berturut-turut 12a – 7i –6a – 7a – 8i – 5a dan 7i.

Asmaradana atau Kasmaran (Madura), berarti suka, kasengsem (jatuh cinta). Tembang ini biasanya digunakan untuk menggambarkan perasaan cinta ataupun rasa sedih. Selain itu juga memberikan gambaran rasa senang, bahagia, tidak ada pikiran susah dan senantiasa berada dalam kondisi gembira. Tembang ini mempunyai tujuh baris, baris pertama terdiri atas delapan suku kata yang berakhir huruf i (8i), kemudian berturut-turut 8a – 8o –8a – 7a –8u dan 8a.

Pangkur atau Pangkor (Madura) berarti penghujung, tembang ini biasanya ditembangkan pada bagian akhir suatu cerita. Tembang ini mempunyai tujuh gatra (baris), dan guru wilangan lagu masing-masing 8a – 11i – 8u – 7a – 12u – 8a – 8i. Pangkor biasanya dipakai untuk mengungkap hal-hal yang bersifat keras, seperti kemarahan, perkelahian dan perang. Meskipun tembang Pangkor identik dengan nuansa heroic, namun banyak diantara-nya memberikan gambaran yang lugas dan gamblang tentang kekerdilan manusia dihadapan Sang Pencipta.

Sinom (Senom) diambil dari pucuk daun asam. Tembang ini mempunyai sembilan gatra (baris), baris pertama sampai kesembilan masing-masing 8a – 8i – 8a – 8i – 7i – 8u – 7a – 8i – 12a. Tembang ini biasanya dipakai untuk mengungkapkan ha-hal yang bersifat romantis, baik dalam hubungannya dengan kisah percintaan ataupun hubungan antar sesama manusia.

Dhandanggula (Artate’) terdiri dari dhandang dan gula, dhandang mengandung arti pangarep (Madura), gula berarti manis. Tembang ini mempunyai sepuluh gatra (baris), guru wilangan dan guru lagu masing-masing 10i – 10a – 8e – 7u – 9i –7a – 6u – 8a – 12i – dan 7a. Tembang ini mempunyai maksud dan sebuah pengharapan tentang sesuatu dengan tujuan akhir mencapai kebaikan. Tembang Macopat ini biasanya dipakai untuk mengungkapkan perasaan suka cita atau pun ketika mencapai sebuah kemenangan.

Megatruh atau Duduk Wuluh (Jawa), duduk artinya suling sedangkan Wuluh berarti bambu. Tembang ini mempunyai lima gatra (baris) dengan guru wilangan dan guru lagu, masing-masing baris 12a –8i – 8u – 8i – 80. tembang ini biasanya dipakai untuk melukiskan perasaan kecewa ataupun kesedihan yang mendalam.

Gambuh dalam bahasa Jawa “prigel”, dengan maksud bahwa segala sesuatu bisa diatasi. Tembang ini terdiri atas lima gatra (baris) dengan guru wilangan dan guru lagu berturut-turut 7u – 10u – 12i – 8u- 8o. watak dari tembang ini adalah memberi penjelasan.